PRESUPOSISI,
IMPLIKATUR, DAN ENTAILMENT
A.
Presuposisi
Istilah
presuposisi berasal dari bahasa Inggris presupposition yang berarti perkiraan,
persangkaan, atau praanggapan. Istilah ini digunakan karena sebuah kalimat
ternyata dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat yang lain.
Sebuah
kalimat dapat dikatakan mempresuposisikan kalimat lain bila ketidakbenaran
kalimat kedua (yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama (yang
mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperoleh
gambaran lebih jelas, perhatikan kalimat berikut:
(1)
Novel Kroco sangat menarik.
(2)
Istri pejabat itu cantik sekali.
Kalimat
(1) mempresuposisikan bahwa ada novel yang berjudul Kroco. Bila memang ada
novel yang berjudul sepeti itu, kalimat ini dapat dinilai benar dan salahnya.
Akan tetapi, bila tidak ada novel yang berjudul Kroco, maka kalimat (1) tidak
dapat dinilai benar dan salahnya. Demikian pula dengan kalimat (2), kalimat ini
mempresuposisi-kan bahwa pejabat itu mempunyai istri. Bila memang pejabat yang
dimaksudkan dalam tuturan itu mempunyai istri, maka kalimat (2) pun dapat
dinilai benar dan salahnya. Akan tetapi, bila hal sebaliknya menjadi kenyataan,
kalimat (2) pun tidak dapat ditentukan kebenarannya.
B.
Implikatur
Di
dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan lawan tutur dapat melakukan
komunikasi secara lancar, karena mereka memiliki kesamaan latar belakang
pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkannya. Jadi di antara penutur dan
lawan tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis, bahwa hal-hal
yang dipertuturkannya itu saling dimengerti.
Grice
(1975) dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation menge-mukakan
bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan
bagian dari tuturan itu. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur
(implicature). Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang
mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi
mutlak (necessary consequence). Untuk memperoleh gambaran lebih jelas,
perhatikan kalimat berikut:
(3)
Joko : Ali sekarang memelihara kucing.
Ani
: Hati-hati menyimpan daging, Jok!
(4)
Dita : Tono di mana, Din?
Dini
: Tati di rumah Deani.
Tuturan
Ani dalam kalimat (3) bukan merupakan bagian dari tuturan Joko. Tuturan Ani
muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang
kucing dengan segala sifatnya. Dan salah satu sifatnya adalah senang makan
daging. Dengan demikian, tuturan Ani tersebut merupakan implikatur dari tuturan
Joko.
Sedangkan
kalimat (4) sepintas tidak merupakan tuturan yang memiliki implikatur. Namun
jika Tono adalah teman akrab Tati, maka tuturan Dini dalam kalimat (4) pun
merupakan implikatur dari tuturan Dita. Karena meskipun tuturan Dini bukan
merupakan bagian dari tuturan Dita. Tuturan Dini ini muncul akibat inferensi
yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang Tono. Tono adalah teman
akrab Tati. Kalau Tati di rumah Deani, tentu Tono pun ada di sana.
Tuturan
Ani dalam kalimat (3) dan Dini dalam kalimat (4) bukan merupakan bagian dari
tuturan Joko dan Dita karena masih dimungkinkan membuat kalimat (5) dan (6)
seperti berikut.
(5)
Walaupun Ali sekarang memelihara kucing, tetapi kita tidak perlu hati-hati
menyimpan daging.
(6)
Walaupun Tati ada di rumah Deani, tetapi Tono tidak ada di sana.
Kemungkinan
kalimat (5) dan (6) berdiri sebagai kalimat yang gramatikal atau berterima
karena secara semantis, tuturan Ani dan Joko serta Dini dan Dita dalam kalimat
(3) dan (4) tidak ada keterkaitan. Keberterimaan kalimat (5) dan (6) bila
dihubungkan dengan tuturan Joko dan Dita dalam kalimat (3) dan (4) mungkin
karena kucing Ali selalu ada di dalam rumah, atau Ali sangat rajin memberi
makan kucingnya; atau hubungan Tono dan Tati tidak seerat dulu lagi.
Dengan
tidak adanya keterkaitan semantis antara suatu tuturan dengan yang
diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuah tuturan memiliki
kemungkinan untuk menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya.
Misalnya dapat dilihat dalam kalimat (7), (8), dan (9) berikut.
(7)
Tono: Bambang datang.
Andi
: Rokoknya sembunyikan!
(8)
Tono: Bambang datang.
Andi
: Aku akan pergi dulu.
(9)
Tono: Bambang datang.
Andi
: Kamarnya bersihkan!
Tuturan
Andi dalam kalimat (7) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah perokok,
tetapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi, dan tidak
pernah memberi temannya. Tuturan Andi dalam kalimat (8) mungkin
mengimplikasikan bahwa Andi tidak senang terhadap Bambang. Dan tuturan Andi
dalam kalimat (9) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang
pembersih dan akan marah-marah bila melihat sesuatu yang kotor.
Penggunaan
kata mungkin dalam menafsirkan implikatur yang ditimbulkan oleh sebuah tuturan
penutur seperti pada penjelasan kalimat (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan (9)
tersebut, didasari banyaknya kemungkinan implikasi yang melandasi kontribusi
lawan tutur dalam ketujuh tuturan yang disebutkan penutur-penuturnya.
C.
Entailment
Berbeda
dengan implikatur yang menunjukkan bahwa hubungan antara tuturan dan maksudnya
tidak bersifat mutlak, misalnya seperti tercermin dalam relasi tuturan lawan
tutur dan penutur dalam kalimat (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan (9) tersebut,
pertalian antara penutur dan lawan tutur dalam kalimat (10) berikut ternyata
bersifat mutlak. Hubungan antara tuturan dan maksudnya yang bersifat mutlak ini
disebut entailment.
(10)
Parto : Badu menggoreng ikan.
Eko
: Badu memasak ikan.
Tuturan
Eko dalam kalimat (96) merupakan bagian atau konsekuensi mutlak (necessary sequence)
dari tuturan Parto, karena menggoreng secara mutlak berarti memasak. Sehubungan
dengan kalimat (96) itu, maka kalimat (97) berikut tidak dapat diterima.
(11)
Walaupun Badu menggoreng ikan, tetapi ia tidak memasaknya.
Yang
benar adalah jika Badu menggoreng ikan tentu ia harus memasak ikan itu, karena
menggoreng adalah salah satu cara memasak ikan. Contoh lainnya dapat dilihat
dalam kalimat berikut.
(12)
Dewi : Desi Ratnasari seorang janda.
Ani
: Desi Ratnasari pernah memiliki suami.
(13)
Dewi : Anaknya seorang sarjana.
Ani
: Anaknya pernah kuliah di perguruan tinggi.
Kalimat
(98) dan (99) tersebut tidak dapat diubah bentuknya menjadi tuturan seperti
dalam kalimat (100) dan (101) berikut.
(14)
Walaupun Desi Ratnasari seorang janda, tetapi ia belum pernah bersuami.
(15)
Walaupun anaknya sarjana, tetapi anaknya tidak pernah kuliah di perguruan
tinggi.
Hal
itu terjadi karena tuturan Ani dan Dewi dalam kalimat (98) dan (99) tersebut
menunjukkan bahwa hubungan antara tuturan dan maksud tuturannya bersifat mutlak,
sehingga kalimat (100) dan (101) itu tidak dapat diterima.
Bibliografi
Chaer,
Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
______.
1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Depdikbud.
1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Rahardi,
Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Ramlan,
M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif.
Yogyakarta: CV Karyono.
______.
1995. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Tarigan,
Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:
Percetakan Angkasa.
______.
1984. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan
Angkasa.
______.
1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Percetakan Angkasa.
______.
1987. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan
Angkasa.
______.
1996. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan
Angkasa.
Warsiman.
2007. Kaidah Bahasa Indonesia yang Benar. Bandung: Dewa Ruci.
Wijana,
I. Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.
Diposkan
oleh Ade Heryawan