Jumat, 02 Mei 2014

Dialektologi




Dialektologi
Penutur Dialek dan Bahasa : Beberapa Tolok Ukur

Sejauh ini, karena belum ada batasan ukuran yang digunakan untuk membedakan dialek dan bahasa. Namun, ada beberapa tolok ukur yang dapat digunakan untuk menetapkan batasan dialek dan bahasa adalah :
1.      Tolok ukur saling memahami
Jika tingkat saling memahami antar penutur tingggi, penutur tersebut dapat dikatakan bertutur dalam dialek yang sama atau dalam dialek-dialek dari suatu bahasa. Apabila saling memahami antar penutur rendah atau sangat rendah dan sama sekali tidak paham, penutur tersebut dapat dikatakan bertutur dalam bahasa yang berbeda. Akan tetapi, tolok ukur saling memahami tidak dapat sepenuhnya dipakai untuk menentukan apakah suatu tuturan dianggap sebagai dialek atau bahasa yang berbeda.

2.      Bahasa adalah tuturan yang digunakan di daerah yang mempunyai angkatan bersenjata
Ada pendapat yang mengatakan bahwa bahasa adalah tuturan yang digunakan di daerah yang mempunyai angkatan bersenjata. Akan tetapi, hal itu tidak bisa diterima sepenuhnya karena untuk bahasa daerah, hal itu tidak berlaku.

3.      Sikap penutur
Kenyataan di lapangan, penanaman bahasa berdasarkan sikap atau pendapat penutur menghasilkan jumlah bahasa atau dialek yang cukup banyak. Pada dasarnya, penutur menamakan suatu bahasa atau dialek berdasarkan atas nama daerah tempat tuturan itu digunakan dan sama sekali tidak berdasarkan pada bukti-bukti linguistik.
Sebagai contoh, bahasa Minangkabau secara tradisional dikelompokkan atas 4, yakni dialek Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, dan Pesisir. Pengelompokan secara tradisional itu tidak ada hubungan dengan faktor linguistik. Disamping itu, banyak nama-nama dialek yang tidak disebutkan. Kalaupun ada bukti linguistik, bukti itu hanya berlaku untuk satu atau beberap unsur tertentu saja.

4.      Faktor Geografis
Semakin dekat letak suatu daerah dengan daerah lain, maka semakin sedikit perbedaan yang terdapat  di dalam bahasanya, sedangkan semakin jauh letak suatu daerah dengan daerah lain, maka semakin banyak perbedaan yang dimiliki bahasa tersebut. Akan tetapi, kenyataan demikian mempunyai kelemahan. Penutur yang tinggal secara geografis di daerah terpencil dan perhubungannya relatif, sebaliknya, penutur yang tinggal berdekatan relatif memliliki bahasa yang sama.

5.      Faktor politis
Faktor politis mampu menyebabkan bahasa yang sama bisa menjadi pecah, kemudian menjadi bahasa yang berbeda.
6.      Faktor Historis
Sejarah menjadi faktor yang mampu menjadi kriteria untuk menentukan  apakah suatu tuturan merupakan dialek dari suatu bahasa atau mereupakan bahasa yang berbeda.

7.      Budaya
Jika budaya sama, berkemungkinan bahasanya juga akan sama. Sebaliknya jika  budaya berbeda, biasanya ditunjukkkan bahasa yang berbeda. Namun, bisa saja suatu  budaya akan dikalahkan oleh budaya yang lebih dominan disebabkan oleh beberapa faktor, hal ini akan menjadi sama  untuk penentuan bahasanya.

8.      Otonomi
Otonomi juga menjadi penentu kriteria menentukan bahasa dan dialek. Misalnya, dialek-dialek Jerman disebut heteronimi karena masih tergantung pada bahasa standar, dialek-dialek Minangkabau disebut heteronimi karena karena masih bergantung pada bahasa Minangkabau standar.



Kesimpulannya, kriteria ini belum menjadi kukuh untuk ditetapkan karena ada hal-hal yang menjadi keraguan dalamn penentuan secara pasti mengenai batasan bahasa dan dialek. 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar