Dialektologi
Penutur
Dialek dan Bahasa : Beberapa Tolok Ukur
Sejauh ini, karena belum ada batasan
ukuran yang digunakan untuk membedakan dialek dan bahasa. Namun, ada beberapa
tolok ukur yang dapat digunakan untuk menetapkan batasan dialek dan bahasa
adalah :
1. Tolok
ukur saling memahami
Jika
tingkat saling memahami antar penutur tingggi, penutur tersebut dapat dikatakan
bertutur dalam dialek yang sama atau dalam dialek-dialek dari suatu bahasa. Apabila
saling memahami antar penutur rendah atau sangat rendah dan sama sekali tidak
paham, penutur tersebut dapat dikatakan bertutur dalam bahasa yang berbeda.
Akan tetapi, tolok ukur saling memahami tidak dapat sepenuhnya dipakai untuk
menentukan apakah suatu tuturan dianggap sebagai dialek atau bahasa yang
berbeda.
2.
Bahasa adalah tuturan
yang digunakan di daerah yang mempunyai angkatan bersenjata
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa bahasa adalah tuturan yang digunakan di daerah
yang mempunyai angkatan bersenjata. Akan tetapi, hal itu tidak bisa diterima
sepenuhnya karena untuk bahasa daerah, hal itu tidak berlaku.
3.
Sikap penutur
Kenyataan
di lapangan, penanaman bahasa berdasarkan sikap atau pendapat penutur
menghasilkan jumlah bahasa atau dialek yang cukup banyak. Pada dasarnya,
penutur menamakan suatu bahasa atau dialek berdasarkan atas nama daerah tempat
tuturan itu digunakan dan sama sekali tidak berdasarkan pada bukti-bukti
linguistik.
Sebagai
contoh, bahasa Minangkabau secara tradisional dikelompokkan atas 4, yakni
dialek Agam, Tanah Datar, Lima Puluh Kota, dan Pesisir. Pengelompokan secara
tradisional itu tidak ada hubungan dengan faktor linguistik. Disamping itu,
banyak nama-nama dialek yang tidak disebutkan. Kalaupun ada bukti linguistik,
bukti itu hanya berlaku untuk satu atau beberap unsur tertentu saja.
4.
Faktor Geografis
Semakin
dekat letak suatu daerah dengan daerah lain, maka semakin sedikit perbedaan
yang terdapat di dalam bahasanya,
sedangkan semakin jauh letak suatu daerah dengan daerah lain, maka semakin
banyak perbedaan yang dimiliki bahasa tersebut. Akan tetapi, kenyataan demikian
mempunyai kelemahan. Penutur yang tinggal secara geografis di daerah terpencil
dan perhubungannya relatif, sebaliknya, penutur yang tinggal berdekatan relatif
memliliki bahasa yang sama.
5.
Faktor politis
Faktor
politis mampu menyebabkan bahasa yang sama bisa menjadi pecah, kemudian menjadi
bahasa yang berbeda.
6.
Faktor Historis
Sejarah
menjadi faktor yang mampu menjadi kriteria untuk menentukan apakah suatu tuturan merupakan dialek dari
suatu bahasa atau mereupakan bahasa yang berbeda.
7.
Budaya
Jika
budaya sama, berkemungkinan bahasanya juga akan sama. Sebaliknya jika budaya berbeda, biasanya ditunjukkkan bahasa
yang berbeda. Namun, bisa saja suatu
budaya akan dikalahkan oleh budaya yang lebih dominan disebabkan oleh
beberapa faktor, hal ini akan menjadi sama
untuk penentuan bahasanya.
8.
Otonomi
Otonomi
juga menjadi penentu kriteria menentukan bahasa dan dialek. Misalnya,
dialek-dialek Jerman disebut heteronimi karena masih tergantung pada bahasa
standar, dialek-dialek Minangkabau disebut heteronimi karena karena masih
bergantung pada bahasa Minangkabau standar.
Kesimpulannya,
kriteria ini belum menjadi kukuh untuk ditetapkan karena ada hal-hal yang
menjadi keraguan dalamn penentuan secara pasti mengenai batasan bahasa dan
dialek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar