Jumat, 02 Mei 2014

Jenis-Jenis Deiksis, Wacana Kohesi dan Koherensi, Fungsi Bahasa, Pengajaran Pragmatik, Situasi Tutur dan jenis Tindak Tutur



Jenis-Jenis Deiksis

Deiksis ada lima macam, yaitu deiksis orang, deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial (Nababan, 1987:40). Selain itu Kaswanti Purwo (Sumarsono:2008;60) menyebut beberapa jenis deiksis, yaitu deiksis persona, tempat, waktu, dan penunjuk.

a.    Deiksis Persona
Deiksis perorangan; menunjuk peran dari partisipan dalam peristiwa percakapan misalnya pembicara, yang dibicarakan, dan entitas yang lain.Dieksis orang ditentukan menurut peran peserta dalam peristiwa bahasa. Peran peserta itu dibagi menjadi tiga, yaitu orang pertama: katergori rujukan pembicara kepada dirinya atau kelompok yang melibatkan dirinya, misalnya, saya, kita, dan kami. Kedua ialah orang kedua, yaitu kategori rujukan pembicara kepada pendengar , misalnya kamu, kalian, saudara. Ketiga ialah orang ketiga, yaitu kategori rujukan kepada orang yang bukan pembicara atau pendengar ujaran itu, baik hadir, maupun tidak, misalnya, dia dan mereka.
Kata ganti persona pertama dan kedua rujukannnya bersifat eksoforis, berarti terjadi pada situasi pembicaraan (Purwo, 1984:106). Bentuk pronominal persona pertama jamak bersifat eksoforis, karena masih mengandung bentuk persona pertama tunggal dan persona kedua tunggal.
1)    Pronomina Persona Pertama
Pronomina persona pertama adalah saya, aku, dan daku. Sedangkan pronominal persona pertama jamak, yakni kami dan kita.
2)    Pronomina Persona Kedua
Pronomina persona kedua adalah engkau, kamu, anda, dikau, kau, dan –mu. Pronomina persona kedua jamak, yakni kalian, dan –sekalian.
3)    Pronomina Persona Ketiga
Pronomina persona ketiga terdiri atas ia, dia, -nya dan beliau. Sedangkan pronominal persona ketiga jamak adalah mereka.

b.    Deiksis Tempat
Ialah pemberian bentuk pada lokasi menurut peserta dalam peristiwa bahasa. Yang dekat pada pembicara ialah di sini dan yang jauh dari pembicara ialah di situ (Nababan, 1987:41).

c.    Deiksis Waktu
Ialah pemberian bentuk pada rentang waktu seperti yang dimaksudkan penutur dalam peristiwa bahasa. Waktu diungkapkan dalam bentuk ‘kala’ (Nababan,1987:41).

d.    Deiksis Wacana
Ialah rujukan pada bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan atau sedang dikembangkan (Nababan, 1987:42). Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora. Anafora ialah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi. Katafora ialah penunjukkan ke sesuatu yang disebut kemudian.

e.    Deiksis Sosial
Ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarkatan yang mempengaruhi peran pembicara dan pendengar.

f.     Deiksis Penunjuk
Di dalam bahasa Indonesia kita menyebut demontratif (kata ganti penunjuk): ini untuk menunjuk sesuatu yang dekat dengan penutur, dan itu untuk menunjuk sesuatu yang jauh dari pembicara.

C.   Penggunaan Kata Ganti Non Deiksis

Kata ganti juga digunakan secara non dieksis ketika kata ganti itu merupakan anafora dalam pengertian tata bahasa tradisional tentang kata.

D.   Deiksis dan Acuan

Dari perspektif fungsi semantik bersyarat, kata ganti, dan demonstratif amat mirip dengan nama. Yaitu mengambil acuan, dan kalimat itu mengandung kebenaran jika predikatnya menunjukkan kebenaran dari individu. Tetapi sebenarnya terdapat perbedaan yang esensial. Kata ganti dan demonstratif memiliki acuan variabel dan mengambil acuan yang berbeda dari kesempatan penggunaan yang berbeda.


WACANA KOHESI DAN KOHERENSI

A.        Kohesi dan Koherensi

Seperti halnya bahasa, wacanapun mempunyai bentukdan makna (meaning). Kepaduan makna dan kerapian bentuk merupakan factor penting untuk menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman wacana. Kepaduan (kohesi) dan kerapian (koherensi) merupakan unsur hakikat wacana.
Dalam kata kohesi tersirat pengertian kepaduan, keutuhan, dan pada koherensi terkandung pengertian pertalian, hubungan. Apabila dikaitkan dengan aspek bentuk dan makna, maka kohesi mengacu kepada aspek bentuk dan koherensi kepada aspek makna wacana.

1.          Kohesi
Kohesi adalah hubungan antar kalimat di dalam sebuah wacana baik dalam strata gramatik maupun dalam strata leksikal tertentu (Gutwinsky, 1976:26)
Sasaran kohesif ke dalam lima kategori, yaitu:
1)    Pronomina (kata ganti)
Terdiri dari kata ganti diri, kata ganti petunjuk, dan lainnya. Kata ganti diri ialah saya, aku, kita, kami, engkau, kamu. kau, dia dan  mereka. Kata ganti petunjuk ialah inin, itu, situ, sana, di sini, disana, ke situ, dan ke sana.


2)    Substitusi (penggantian)
Adalah proses atau hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan suatu struktur tertentu (Kridalaksana, 1984:185).

3)    Elipsis
Adalah peniadaan kata atau satuan lain yang ujud asalnya dapat diramalkan dari konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 1984:45).

4)    Konjungsi
Adalah yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa, klaimat dengan kalimat, atau paragraph dengan paragraph (Kridalaksana, 1984:105).
Klausa dikelompokkan atas:
·         Konjungsi adversative: tetapi, namun.
·         Konjungsi kausal: sebab, karena.
·         Konjungsi koordinatif: dan, atau, tetapi.
·         Konjungsi korelatif: entah, baik, maupun.
·         Konjungsi subordinatif: meskipun, kalau, bahwa.
·         Konjungsi temporal: sebelum, sesudah.

5)    Leksikal
Diperoleh dengan cara memilih kosa kata yang serasi. Beberapa cara untuk mencapai aspek leksikal kohesi ini, antara lain:
·         Pengulangan (repetisi): pemuda-pemuda
·         Sinonim: pahlawan-pejuang
·         Antonim: putra-putri
·         Hiponim: angkutan darat-kereta api, bis
·         Kolakasi: buku, Koran, majalah-media massa.
·         Ekuivalensi: belajar, mengajar, pelajar, pengajar, pengajaran.


2.    Koherensi
Dalam sebuah kamus besar, dapat diartikan sebagai berikut:
Kohesi : Perbuatan atau keadaan menghubungkan, mempertahankan.
Koneksi : Hubungan yang cocok dan sesuai atau ketergantungan satu sama lain yang rapi, beranjak dari hubungan-hubungan alamiah, bagan-bagan atau hal-hal satu sama lain, seperti dalam bagian-bagian wacana, atau argument-argumen suatu rentetan penalaran (Webster, 1983:325).
     Pada pengertian di atas terlihat perbedaan nyata antara kohesi dan koherensi. Walaupun ada perbedaan, keduanya saling menunjang, saling berkaitan, ibarat dua sisi mata uang.
     Frank J. D’Angelo (1980) telah meneliti serta mendaftarkan aneka sarana koherensi paragraf:

·         Sarana penghubung yang bersifat aditif (penambahan): dan,juga, lagi, pula.
·         Penggunaan repetisi (pengulangan)
·         Komparasi (perbandingan) dapat menambah serta meningkatkan kekoherensifan wacana.

Kridalaksana (1978), memperinci jenis-jenis keutuhan wacana dari segi makna, antara lain:
1)    Penggunaan sarana hubungan sebab akibat
2)    Penggunaan sarana hubungan alasan-akibat
3)    Penggunaan hubungan sarana-hasil
4)    Penggunaan sarana hubungan sarana-tujuan
5)    Penggunaan sarana hubungan latar-kesimpulan.
6)    Penggunaan sarana hubungan hasil-kegagalan
7)    Penggunaan sarana hubungan syarat-hasil
8)    Penggunaan sarana hubungan perbandingan
9)    Penggunaan sarana hubungan parafrastis
10) Penggunaan sarana hubungan amplikatif
11) Penggunaan sarana hubungan aditif temporal
12) Penggunaan sarana hubungan aditif non-temporal
13) Penggunaan sarana hubungan identifikasi
14) Penggunaan sarana hubungan generic-spesifik
15) Penggunaan sarana hubungan ibarat
Dari beberapa penjelasan di atas, jelaslah betapa eratnya hubungan antara bahasa dan logika. Unsur-unsur kelogisan turut menentukan utuh atau tidaknya suatu wacana; kelogisan bentuk dan kelogisan makna.

FUNGSI BAHASA

A.   Pengertian Bahasa
Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai system lambang bunyi yang arbiter yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Gorys Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Bahasa adalah system dari lambang bunyi arbiter yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bahasa mencakup hal-hal sebagai berikut:
1)    Sistem lambang bunyi yang arbiter
2)    Alat komunikasi
3)    Symbol bunyi yang memiliki arti serta makna
4)    Digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi

B.    Pragmatik dan Fungsi Bahasa
Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Di dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat dituturkan dengan berbagai bentuk tuturan.
Fungsi Bahasa dalam Masyarakat:
1.    Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2.    Alat untuk bekerja sama dengan sesame manusia.
3.    Alat untuk mengidentifikasi diri.

C.   Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa:

1.    Ragam bahasa pada bidang tertentu, seperti bahasa istilah hokum, bahasa sains, dan bahasa jurnalistik.
2.    Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa.
3.    Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek bahasa daerah.
4.    Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan tulisan.
5.    Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial.
6.    Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal dan non formal.

Bahasa isyarat (gesture) adalah salah satu cara berkomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Menurut Mahmudah dan Ramlan (2007:2-3) adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat Indonesia.


Gorys Keraf (2001:3-8) menyatakan bahwa ada empat fungsi bahasa, yaitu:
1.    Alat untuk menyatakan ekspresi diri
2.    Alat komunikasi
3.    Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
4.    Alat mengadakan kontrol sosial


PENGAJARAN PRAGMATIK

A.   Definisi Pragmatik

1.    Pragmatik adalah kajian mengenai hubunagn antara tanda (lambang) dengan penafsirnya,
2.    Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa.
3.    Pragmatik adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional, artinya kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur linguistic dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab linguistic.
B. Implikasi Pendekatan Pragmatik dalam Pengajaran Bahasa
Menurut (http://agnesnorma.wordpress.com/2010/05/20/ringkasan-jurnal/) yang di acces pada tanggal 02 Juni 20010adalah :  Pertama, di dalam pengajaran dengan pendekatan pragmatik tujuan pengajaran yang harus dicapai adalah dimilikinya kemampuan komunikatif (use of linguistic elements). Kedua, pengajaran yang berupa satuan-satuan lingual itu harus disajikan di dalam suatu konteks komunikasi yang riil, bukan dibuat-buat. Ketiga, karena di dalam konteks komunikasi yang riil satuan-satuan lingual itu tidak tersaji secara sistematis, maka tekanan penyajian perlu diprioritaskan pada kadar keseringan kemunculan satuan-satuan lingual di dalam suatu konteks diisyaratkan bahwa penekanan penyajian pada urutan-urutan satuan lingual berdasarkan temuan linguistik menjadi kurang penting. (http://agnesnorma.wordpress.com/2010/05/20/ringkasan-jurnal/)



SITUASI TUTUR DAN JENIS TINDAK TUTUR

Situasi Tutur dan Jenis Tindak Tutur
Situasi Tutur

1.    Aspek-Aspek Situasi Tutur
      Pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks Leech (1983) mengungkapakan bahwa Pragmatics Studies Meaning In Relation To Speech Situation.
Contoh:
a)    Temboknya baru dicat.
Secara formal,tanpa mempertimbangkan konteks pemakainya, kalimat adalah kalimat deklaratif. Sebagai kalimat deklralatif, kalimat a berfungsi untuk mengimformasikan sesuatu, yakni tempat yang bersangkutan jauh dari kota dan tembok yang dibicarakan itu baru dicat.
Leech (1983) mengemukakan sebuah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik.
 Aspek-aspek itu antara lain:
1.    Penutur dan Lawan Tutur
Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban.

2.    Konteks Tuturan
Konteks tuturan penilitian linguistic adalah knteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tutran yang bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut konteks.
3.    Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakngi oleh maksud dan tujuan tertentu. Tutuan sebagai bentuk tindakan atau aktifitas.
Bila gramatikal menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang asbtrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik maka pragmatik berhubungan denga tindak verbal yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih kongkret dibanding  dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang kongkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraanya.
4.    Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan yang digunakan dalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakn  bentuk dari tindak tutur. Oleh karenya tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.

2.    Perberdaan Analisis Linguistik Struktural Dengan Analisis Pragmatik

      Berikut ini akan disajikan analisis wacana secara linguistik struktural dan pragmatik wacana yang dijadikan bahan analisis adalah teks iklan bumbu nasi goring  kokita.
Misalnya dalam contoh:
a. Regu tembak: Coba katakana apakah permintaan terakhirmu!
    Tahanan          : Nasi goring kokita
    Regu tembak dan tahanan: Hm(makan nasi goring bersama-sama)
Bila dianalisis secara structural, wacana diatas adalah dialog yang terbentuk dari kalimat perintah yang didalamnya mengandung klausa introgatif- informative coba katakana, apa remintaan terakhirmu? Dan kalimat jawab nasi goring kokita, serta kalimat minor (kalimat tak berklausa) Hm! Selanjutnya kluasa  coba katakan terdiri dari penanda perintah coba dan predikat dikatan apa permintaan terakhirmu terbentuk dari kata tanya apa yang berfungsi sebagai predikat klausa dan permintaan terakhirmu dalam permintaan subjek.
Analisis pragmatik yang mempertimbangkan situasi tutur akan sampai pada kesimpulan bahwa penulisan wacana a diatas terkandung maksud untuk mengatakan secara tidak langsung bahwa nasi goring dengan bumbu masak kokita sangat enak.

JENIS-JENIS TINDAK TUTUR
1     Tindak Tutur Langsung  dan  Tindak Tutur Tidak  Langsung
Secara formal, berdasarkan modusnya kalimat dibedakan menjadi kalimat berita, kalimat tanya  dan kalimat perintah. Kalimat berita digunakan untuk memberitakan sesuatu (infomasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan dan permohonan. Bila kalimat berita difungsikan secara konvensional untuk menyatakan sesuatu kalimat tanya untuk bertanya dan kalimat perintah untuk menyuruh maka tindak tutur yang terbentuk  tindak tutur langsung.
2     Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tindak Literal.
Adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur yang tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan  atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.
3     Interaksi Berbagai Jenis Tindak Tutur.
Bila tindak tutur langsung sering digunakan dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal akakn didapatkan tindak tutur-tindak tutur berikut ini:
a)    Tindak Tutur Langsung Literal.
Tindak tutur langsung literal, adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus tuturan dengan makna yang sama dengan maksud pengutaranya.Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat perintah, memberitakan dengan kalimat berita dan menanyakan denagn kalimat tanya.
b)    Tindak Tutur Tidak Langsung Literal.
Tindak tutur tidak langsung literal, adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraanya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan dengan penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.
c)    Tindak Tutur Langsung Tidak Literal.
Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi  kata-kata yang meyusunya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan dengan kalimat perintah.
d)    Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal.
Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.



DAFTAR PUSTAKA
    
Tarigan Hendri Guntur.2009.Pengajaran pragmatik.Angkasa Bandung.
Wijaya, Dewa Putu.1994. Dasar dasar pragmatik.Yogyakarta: ANDI.
Kumpulan Makalah Diskusi.
http://azkahafizah.wordpress.com
http://www.scribd.com/doc/27698484/makalah-pragmatik
http://agnesnorma.wordpress.com/2010/05/20/ringkasan-jurnal/
http://id.shvoong.com/tags/praanggapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar